A True Story of Giri Fajar Wibawa, DA11pa (A, teu kudu menta izin caritana ditulis nya. He2. Peace..).
~Sarijadi, Bandung, Juli 2002~
Tiba-tiba datang seorang laki-laki separuh baya. Tanpa ragu dia yang sama sekali belum kukenal langsung menyuruhku keluar dari kolong mobil yang sedang kuperbaiki. Tanpa persiapan apa-apa dengan baju kotor penuh oli, ku harus menjawab, “Iya, betul saya Giri. Bapak siapa?”
“Tak usah banyak tanya. Kamu bos perusahaannya kan? Ga pantes seorang bos kotor-kotor di kolong mobil kaya gitu. Besok kamu datang ke kantor saya. Ikuti alamat di kartu nama ini.”
Tanpa menunggu jawabanku orang gila itu bergegas pergi. “Sinting!”
~Sudirman, Jakarta, Juli 2002~
“Ya, kamu harus di sini barang tiga minggu, lihat bagaimana cara kami bekerja kalau mau maju. Ga bisa urus perusahaan kaya gitu. Kalau masih goblok, mau tidak mau kamu harus belajar lagi Akuntasi.”
Ternyata orang sinting ini adalah bos teman kuliahku dulu, si Pepeng. Ga terlalu dekat sebetulnya, tapi dia dikenal gemar menolong dan memajukan teman dengan caranya sendiri, seperti dengan menjerumuskanku kali ini.
Lima belas tahun berlalu.. Kuikuti nasihatnya untuk ambil kuliah Akuntansi dan alhamdulillah omzet perusahaanku meningkat beribu kali lipat dibanding ketika Pak Sinting itu menemuiku di kolong mobil. Sekarang aku berada di posisi yang tidak akan pernah dibayangkan oleh teman-temanku dulu juga oleh guru-guru semasa sekolah. Saat ini apapun bisa kudapatkan..
kecuali satu: anak.
Tak perlu kuceritakan di sini betapa kumenginginkan seorang anak dan bagaimana rasanya gelisah, sedih, cemas, penuh harap menunggunya. Tapi sebagai seorang beragama, aku diajarkan untuk tidak berlama-lama larut dalam perasaan negatif semacam itu. Saatnya berbuat!
~Garut, Desember 2016~
Dengan mantap mengucap bismillaah kutancap gas Pajero Sport terbaruku menuju Garut bersama istri tercinta. Kuhubungi temanku yang menjadi Pembina di Pondokku dulu untuk meminta petunjuk siapakah di antara anak didiknya yang dapat kubantu.
“Ada, namanya Rena. Anaknya baik dan pinter. Seorang yatim-piatu yang sejak kecil dibesarkan oleh Neneknya. Kalau hatimu mantap, mari kita bertemu Neneknya segera. Niat baik jangan dinanti-nanti.”
“Oke,” bari deg-degan. “Bismillaah..bismillaah…bismillaahirrahmaanirrahiim..”
“Nek, dulu ayahnya Rena kerja di mana?”
“Ah Nenek gatau persis, da damelna teh masang-masang kipas angin kitu gening..”
“AC panginten Nek..?”
“Tah eta panginten..da kuliahna teh jurusan eta.”
“Di mana?”
“Poltek ITB.”
“Angkatan sabaraha?”
“Pokonamah pami ayeuna aya keneh, yuswana 40 tahunan..”
*Gebegggg!!! *Efek: hujan petir dor-dar gelap..jendela buka-tutup tertiup angin.. Eta sakelas jeung urang!!! ((((Rena binti Pepeng!))))—zzoom in–zoom out—zoom out–zoom in–
Setelah Pepeng meninggal, Ibunya membawa Rena dan kedua adiknya pulang ke Garut, kampung halaman mereka. Dua tahun setelah di Garut, Ibunya pun meninggal, meninggalkan Rena dan kedua adiknya yang masih kecil-kecil. Semuanya telah Allah Atur, dengan segala keterbatasan yang ada, lepas SD Rena berhasil melanjutkan sekolah ke DA, yang merupakan amanat Kakeknya……….yang – meninggal – pula – beberapa waktu sebelum Rena tamat SD. Rena dan kedua adiknya dibesarkan oleh Single-Grand Parent.
“Ya Allah.. Rabb..Sang Pemelihara..terima kasih atas segala yang telah Kau Berikan. Sungguh Kasih-Mu tiada terkira. Kau Pertemukan hamba dengan anak-anak sahabatku yang telah Kau Panggil lebih dulu. Mudah-mudahan hamba dapat menjaga amanah-Mu sebaik-baiknya. Bila Kau Berkenan, mohon sampaikan salam untuk sahabatku di alamnya, Beritahu dia bahwa semua anak-anaknya baik-baik saja.”
Epilog
Sahabat, kita tidak pernah tahu kapan akan meninggalkan anak-anak kita. Allah Maha Kuasa menjadikan mereka, yatim-piatu —kapanpun, ka-pan-pun. Namun Allah jualah Yang Berkuasa Membalas setiap kebaikan yang pernah kita lakukan. Setiap kebaikan akan kembali kepadamu dengan berbagai cara.
Tulisan ini didedikasikan untuk kedua sahabatku yang tengah berjuang melawan sakit begitu berat dan lama, Siti Tuti Aisyah dan Wita Hartati (DA3pi).
Bandung, 23 Januari 2017
~firmanarief
(Ditulis oleh Denden Firman Arief, DA 15 Putra) diambil dari status facebooknya.