Dragon Fly dan Cikuray

Artikel Capruk for the Soul
/ Oleh Admin Ikadam

Ditulis oleh: Wildan “Si Umed” Kamal, Angkatan 16 Putra (1993-1999)

Tiba-tiba keajaiban itu akan terwujud. Tak pernah terpikirkan olehku sabelumnya; menerima uang bulanan lima belas ribu rupiah, merasakan susu kental tanpa ditambah gula lagi dan tanpa perlu menunggu Bulan Puasa, dapat 10 mie instant tanpa minyak dan aneka perbekalan lain yang sebelumnya asing bagiku. Satu lagi, ada seonggok putih nomor 36 yang masih sangat baru. Itu yang paling ajaib, menurutku.

Si putih itu namanya dragon fly. Meski berumur hanya dua tahun, ia mampu menemaniku dengan kesetiaan yang tak pernah tertandingi. Dari pagi hingga malam. Dari Tasik sampai Garut. Bahkan dari asrama hingga (entah disengaja atau tidak oleh seorang teman berinisial HY) ke kamar mandi. Lalu kemudian hancur karena terlalu sering basah-kering. Keajaiban itu pun hilang digantikan dengan keajaiban yang lain; mengandalkan pinjaman dari yang berlebih atau menunggu sisa.

……

Saat ini tentunya aku sudah bisa membeli baru. Penting bagiku karena ini adalah pertama kalinya aku membeli dengan uang sendiri. Murni. Tanpa bantuan dari teman atau orang tuanya teman. Tapi dari gajiku dengan segala bangga. Sambil memperhatikan yang baruku, seketika satu bayangan muncul. Makin lama makin dekat. Gerakan mulutnya pun makin jelas dan bersuara. “Hampura mamah teu tiasa pang meserkeun sapatu-sapatu acan. Terakhir pang meserkeun teh basa aa rek ka DA we harita… eta oge butut-butut acan”. Menyusul bayangan ruh sepatu putih dengan polet merah-biru melayang dari asrama ke arah selatan. Lambat laun, sepatu itu berubah menjadi sebuah gunung di belakang Ngamplang.

Bandung, 2007

Berita/Artikel Terkait