Double Stick Pak Dindin

Artikel Capruk for the Soul
/ Oleh Admin Ikadam

Ditulis oleh: Arman Effendi, Angkatan 11 Putra (1988-1994)

Olahraga bagi diriku dan mungkin bagi sebagian santri DA lain yang percaya akan hari akhirat dan hari pembalasan, mempunyai peranan penting dalam hidup dan kehidupan. Selain untuk menjaga kesehatan dan vitalitas, olahraga juga bisa mengangkat derajat orang mengamalkan nya. Bahkan, bagi orang telah mengalir olahraga dalam darahnya akan rela melakukan hal gila sekalipun.

Tidak percaya? Ini kisahnya… Ketika awal masuk DA diriku mempunyai seorang Pembina yang menurutku sangat cool dan keren. Beliau jago olahraga beladiri, meskipun aku tidak terlalu yakin jenis beladiri apa yang dia kuasai, yang jelas dia bisa Tendangan tanpa Bayangan dan kemana-mana suka bawa double stick mirip dengan tokoh idolaku Bruce Lee. Pembinaku lebih cool lagi, lebih hebat dari Bruce Lee, soalnya dia berkulit putih, kayaknya keturunan Eropa, namanya “Dindin Ahmad Jazari” (kalo nggak keliru nama belakangnya).

Tidak butuh waktu lama, akupun ngefans berat sama dia dan pingin seperti dia, pokoknya I wanna be like Dindin (mirip iklan NIKE, I wanna be like Mike). Dan kubelilah double stick yang sama di sebuah toko di Pengkolan, Gardena nama itu kalo nggak salah. Hari berikutnya mulailah kulatih gerakan dasar bermain double stick, ayun ke depan, putar, kepit di ketek… Yess, I got it. Setelah lancar, lanjut ke tahap yang lebih hebat, melingkar ke belakang. Ini sulitnya minta ampun. Lebih sulit daripada pelajaran I’rob pak Ruhan, tapi aku tak pernah menyerah. Teman-teman satu asrama sudah pulas semua, aku masih berlatih sendiri jurus Putar-ke-BelakangBerhenti-di-Ketek. Namun apa yang terjadi? Entah salah membaca rumus sakti Bruce Lee, entah karena udah ngantuk, jurus Putar-ke-Belakang-Berhenti-di-Ketek kalau salah mempraktikkannya akan berakibat fatal. Jurus maut tersebut kalau digunakan dalam keadaan ngantuk menjadi “Jurus-Maut-Putar-ke-Belakang-Berhenti-di-Kepala” dan mengakibatkan benjol segede telur ayam kampung (kalo beruntung), segede telor soang mang Ohir (kalo kurang beruntung).

Meskipun demikian, keyakinanku tentang olahraga tidak pernah luntur. Walau sering jadi langganan pijat mak Isar akibat cedera, toh aku tetap mengamalkan olahraga melebihi pengamalan pancasila UUD 45. Dan semua itu terbayarkan ketika diriku menjuarai lari marathon 10 km DA -sukaregang pada perlombaan 1 muharram (lupa tahun) dan berhak mendapatkan “life time achievement award” dengan hadiah buku, alat tulis dan minuman bersoda.

Tulisan ini pernah dipublish di Capruk for the Soul Buku #1

Berita/Artikel Terkait